Dari Penulis
Kalau kita mencoba untuk memahami, sebenarnyalah sejarah manusia itu amatlah indah. Sejarah itu memang rumit, penuh angka dan deretan nama-nama orang. Kisah indah di balik sejarah itu perlu kita mengerti, terutama kisah sejarah yang mengharuskan kita ada dan meneruskan perjalanan kehidupan ini untuk mengisi sejarah pada generasi yang akan datang.
Menurut sejarah pula, bahwa keluarga besar Tjondronegoro masih trah atau keturunan dari Raja Brawijaya ke IV ( empat ) dari kerajaan Majapahit.
Yang terpenting, bukan dari mana kita berasal, tetapi kita harus mewarisi , melestarikan dan menjujung tinggi nilai-nilai luhur budi pekerti, tata karma, pantang menyerah dalam meraih cita cita dan taqwa kepada Tuhan YME sesuai dengan cerita sejarah yang menurunkan kita.
Jadi dengan demikian karakteristik-karakteristik dan konsep-konsep sejarah hendaknyalah melatar belakangi karakteristik pada generasi penerus, tidak selayaknya kita hanya bangga menjadi salah satu keturunan keluarga yang punya nama besar dan agung kalau kita tidak bisa menjunjung tinggi nilai-nilai luhur orang yang menurunkan kita.
Yang menjadi perhatian saya di dalam tulisan ini, yang akan saya pergunakan sebagai alasan untuk bahan pengkajian, adalah lieteratur sejarah yang tertulis di silsilah keluarga pada buku atau tulisan RP. Makmoer dengan judul “ Pangeran Lanang Dangiran “
Tidaklah mungkin bahwa penulisan ini dapat saya tulis secara rinci dan akurat karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan penulis tentang silsilah ini masih sangat kurang, sedangkan bahan materi sebagai faktor pendukung dalam tulisan inipun relative minim. Namun demikian tidaklah mengurangi keinginan penulis untuk menulis makalah ini.
Salah satu kajian yang tertulis dalam buku silsilah atau sejarah keluarga yang menjadi perhatian penulis adalah ; bahwa sebenarnyalah keutamaan orang hidup adalah kasih sayang , gemar prihatin dan tidak silau dengan gemerlapnya dunia. Takutlah akan murka Tuhan. Hendaknya berbudi luhur, mematuhi sabda perintah Allah dan berusaha dengan tekun, agar menjadi orang yang benar-benar berbudi, penuh kasih sayang dan beriman. Hati yang tulus, tingkah laku terpuji, gemar prihatin, merupakan pangkal sukses yang diridhai Allah. Mendambakan keselamatan dan kesejahteraan sesama mahkluk hidup, adalah dambaan setiap insan dan hal ini memang tidaklah mudah untuk dilakukan tetapi bukan berarti tidak mungkin kita laksanakan.
Ada banyak leluhur kita yang menekuni dan ikut menyebarkan agama Islam di tanah jawa ini, seperti “ Kanjeng Kiyai ageng Brondong “ yang sumare di pesarehan Sentono Botoputih Surabaya.
Salah satu ajarannya yang penulis petik adalah bahwa kita haruslah selalu waspada, jauhilah lauwamah, amarah dan sufiah, penjarakan dan kuncilah kokoh-kokoh, dengan iman dan ketawakalan. Jadikanlah lauwamah, amarah, dan sufiyah sebagai prajurit untuk menghadapi musuh.
Laku baik buruk, laki-laki dan perempuan sejati, seyogianya agar di ketehui semua, dan pahamilah betul-betul tentang kawula Gusti. Coba kita pahami yang terpetik dibawah ini :
Ing wekasan muwuhi kang runtik, dipun sareh pun cetha pratela, ngawula satriya anom, nenggih ibaratipun, ing satriya anom yen runtik, kadya yen banjir bandhang, kang katrajang larut, yen dinuta dipun kebat, jroning kebat akanthia ngati-ati, amrih ywa manggih duka.
Ing malihe wekas ingsun kaki, yen satriya anom lagi duka, aja amapras dukane, lir ngadu kang tiksya lungit,singa ingkang kataman, temahan cumeprut, balikan den angerepa, aturira kan seru rereh pratitis, amrih lunturing duka……..dst
Yang terjemahannya sbb, jika perkataan seseorang keras dan menyakitkan, hendaklah kita tanggapi dengan tenang dan dengarkanlah dengan sabar tanpa perasaan amarah. Mengabdi ksatria muda usia, ibaratnya jika ksatria muda itu sedang marah seperti air bah, segala yang diterjang hilang lenyap. Bergegaslah apabila disuruh. Cepat, tetapi disertai hati-hati agar jangan membuat orang lain kecewa dan marah.
Lagi pula pesanku, jika ksatria muda sedang marah, jangan dipenggal marahnya, itu ibarat mengadu benda runcing dan tajam. Barang siapa yang terkena pada akhirnya akan hancur. Maka dari itu perbaikilah tutur katamu agar tidak menambah kemarahannya.
Tema sejarah memang selalu menarik dan tidak habis-habisnya dikaji untuk berbagai kepentingan. sejarah keluarga sangat baik diketahui maupun disimak oleh generasi penerusnya. Namun perlu kita akui bahwa kajian sejarah keluarga sangat jarang mendapat perhatian dari generasi sesudahnya, mayoritas generasi penerusnya memandang bahwa sejarah keluarga adalah kehidupan masa lalu yang tidak ada relevansi dan signifikan dengan perjalanan kehidupan dimasa sesudahnya. Saya melihat ini adalah memprihatinkan , karena bagaimanapun kehidupan sekarang berasal dari kehidupan masa silam. Sejarah itu merekam berbagai kejadian penting di masa silam yang perlu diketahui generasi penerusnya agar dapat meneladani perilaku dari generasi sebelumnya. Kalau pada jaman dulu banyak orang yang jadi orang sukses meski keterbatasan sarana, pada jaman modern ini sangat banyak sarana, tetapi banyak orang yang berleha-leha dan gagal. Hal ini bukan lain karena adanya kemunduran semangat generasi. Sekarang, mari kita memaksimalkan pemanfaatan potensi kita, kita wujudkan bahwa kita sebagai putra-putri keturunan keluarga besar yang mempunyai nama harum, sanggup melestarikan dan mempertahankan ajaran-ajaran luhur dari para leluhur kita
Apa yang terjadi hari ini adalah hasil dari scenario building hari sebelumnya. Maka, masa yang akan datang harus didesain dari sekarang. Untuk mendesain itu, kita perlu di dorong oleh api semangat sejarah.
( Kamis wage, 26 Juli 2007 )
SEJARAH KELUARGA
Kraton Majapahit, Ketika masa pemerintahan raja Brawijaya merupakan kerajaan yang tidak sejaya pada masa pemerintahan raja Hayam wuruk, namun jelas tampak keadaan yang aman tentram kertarahaja meliputi seluruh wilayahnya. Pamong tani hidup ayem, tanah subur tak kekurangan maupun kebanyakan air, sawah ladang hijau subur. Semua penduduk, dari dusun sampai ibu kota kerajaan, tidak ada yang malas, semua rajin bekerja. Bergotong royong, saling membantu dan kasih mengasihi.
Semua ini adalah sebagian besar akibat wibawa dan pengaruh dari penguasa setempat, yaitu Sang Prabu Brawijaya, perbawanya menyorot luas sampai keluar wilayah kerajaan, perbawa yang didasari keadilan dan cinta kasih seorang penguasa, seperti keadilan dan cinta kasih seorang bapak terhadap anak-anaknya. Adil dan keras dalam menegakkan peraturan dan keadilan, memberikan petunjuk bagi yang sesat, menghukum bukan karena benci karena bagi sang Prabu yang arif bijaksana, bukan manusianyalah yang dihukum, melainkan kejahatannya untuk memaksa manusia insyaf sadar dan bertaubat, kembali pada jalan yang benar. Sang Prabu juga senang melantunkan tembang-tembang nasehat kepada putra-putrinya, seperti tembang asmaradana di bawah ini :
Nora swe wong urip iki lelono ing ngalam donya tan rinasa pra lawase weruh-weruh sugih uwan, nora suwe mesti sirna. Cilik gede cendek duwur wekasan mesti palastra.
Sugih mlarat kabeh sami menang kalah nora beda yen wis pinasti wancine kabeh bali marang asal mula yen sih doyan sega aja nuruti hawa nepsu, urip sepisan sing sempurna
Terjemahan, tidak lama manusia hidup berkelana di dalam dunia ini, tidak terasa berapa lamanya tahu-tahu sudah beruban dan tak lama kemudian pasti lenyap. Besar kecil pendek tinggi pada akhirnya pasti mati. Kaya miskin semua sama, menang kalah tiada beda kalau sudah dipastikan waktunya semua kembali kepada asal. Maka kalau masih suka nasi, jangan menurutkan hawa nafsu. Hidup ini Cuma sekali, maka dari itu berusahalah sempurna.
Nasihat sang prabu pada putranya- putrinya, kata-kata itu hanyalah kulitnya belaka. Menilai sesuatu janganlah terpengaruh kulit, justru kesederhanaan itulah yang menakjubkan. Mencari pujangga besar tak usah jauh sampai negeri seberang. Mencari orang bijaksana tak usah dicari diantara orang pandai, orang yang mengerti akan makna kehidupan, dialah orang yang bahagia, bijaksana dan berguna. Di dusun- dusun, atau di tempat- tempat sepi jauh dari keramaian dan kemewahan dimana oleh orang kota dianggap tempatnya orang bodoh, rakyatnya diselimuti kesederhanaan yang tidak di buat-buat, disanalah tempat kebijaksanaan dan kebahagiaan.
Dalam buku-buku sejarah Indonesia menceritakan bahwa kerajaan Mojopahit didirikan oleh Raden wijaya seorang pelarian dari Tumapel Singosari. Sebuah buku yang ditulis dalam bahasa kawi berjudul PARARATON yang kini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, di peroleh keterangan tentang asal mula berdirinya kraton Mojopahit oleh Raden Wijaya dengan bantuan orang-orang dari Madura ( Sumenep ) yang mana pada waktu itu pusat pemerintahannya adalah Daha. Jadi Majapahit sudah ada sejak abad ke 13 M. Adanya serentetan raja-raja dengan nama Brawijaya, dimulai dan di agungkan pertama kali oleh Sanggrama Wijaya. Kemudian pusat pemerintahan dipindahkan dari Daha ke Majapahit dan Sanggrama Wijaya dengan sebutan Bhre Wijaya ( Prabu Wijaya ) dan lebih dikenal dengan sebutan Bhre Wijaya hingga menjadi Bhrawijaya. Mengapa raja sesudahnya seperti Hayam Wuruk tidak menggunakan lagi gelar Bhrawijaya ? mengenai hal ini tidak ada yang tahu.
Salah satu putra keturunan Bhrawijaya yang diberi kekuasaan di Pandansalas akhirnya naik tahta menjadi Bhrawijaya ke IV dan berakhirnya raja-raja Majapahit yang menggunakan gelar Bhrawijaya, sehingga dikatakan bahwa Bhrawijaya ke IV adalah raja terakhir dengan gelar Bhrawijaya, yaitu pada tahun 1400 atau + 1478 M. Tetapi dalam buku lain yang berjudul “ Sekitar wali sanga “ karangan Solichin Salam cetakan ke II Menara Kudus Jogyakarta menuliskan adanya raja-raja Majapahit yang masih menggunakan gelar Bhrawijaya, yaitu :
* Prabu Kertabumi sebagai Bhrawijaya ke V
* Prabu Girindra Wardhana sebagai Bhrawijaya ke VI
* Prabu Udara sebagai Bhrawijaya ke VII
Mengenai kebenaran dari data diatas penulis sendiri tidak tahu mana yang benar. Diceritakan pula bahwasannya salah satu permaisuri dari raja Majapahit ada yang berasal dari negri Cina yaitu
dengan sebutan Putri Campa Darawati. Putri campa mempunyai kemenakan yang bernama R. Rahmad diutus untuk menyebarkan agama Islam di tanah jawa. Karena kemurahan hati raja Majapahit, R. Rahmad di beri tempat di daerah Surabaya yaitu di Ampel Dento yang dikenal dengan sebutan SUNAN NGAMPEL.
Alkisah, Pangeran Pandansalar yang bergelar Bhrawikaya IV menurunkan Pangeran Bondan Kedjawan yang di beri kekuasaan di tegal wangi. Pangeran Bondan kedjawan menurunkan Wongsonegoro yang menjadi Bupati Pasuruan dengan sebutan NITINEGORO dan menurunkan Kromowidjoyo sampai pada Lembu Niroto yang diutus menguasai daerah Blambangan, dan menurunkan Pangeran Kedawung atau yang dikenal dengan Tawang Alon. Pangeran kedawung menurunkan Pangeran Lanang Dangiran. Begitu juga halnya dengan Pangeran Menak Soemardi yang juga keturunan dari kraton Blambangan yang juga menyebarkan agama Islam di Pesisir laut jawa dengan sebutan KYAI KENDIL WESI.
Konon dituturkan, Pangeran Lanang Dangiran pada usia 10 tahun senang tirakat, belajar sastra dan kanuragan, ketika menginjak 18 tahun ia bertapa di laut dan menghanyutkan diri pada sebuah papan kayu semacam bronjong alat penangkap ikan, tanpa makan atau minum. Arus air laut dan gelombang membawa Pangeran Lanang Dangiran sampai pesisir laut jawa dan akhirnya terhempas bersama bronjongnya, Pangeran Lanang Dangiran tak sadarkan diri. Sedangkan badannya penuh ditempeli atau dilekati batu karang kecil-kecil, keong dan remis sehingga merupakan seperti brondong. Sang Pangeran yang tak sadarkan diri diketemukan oleh seorang Kiyai didekat Pantai Sedayu yang bernama Kyai Kendil Wesi.
Begitulah akhirnya sang Pangeran menjadi putra angkat Kyai Kendil Wesi dan tinggal di Pondok sang Kyai di lereng sebuah bukit di suatu dusun yang subur dan disitu terdapat pula mata air yang mengeluarkan dua macam air dari dua sumber yang berdampingan, yaitu sebuah sumber air panas yang mengandung belerang, dan yang satu lagi sumber air dingin dan jernih. Begitu tiba disitu, pada hari pertama sang pangeran di gembleng oleh kyai yang juga sebagai gurunya dengan ilmu keagamaan, sang pangeran tidak pernah mengeluh dengan ajaran-ajaran yang diberikan oleh kyai Kendil Wesi. Sang pangeran yang pintar dan tekun, setelah genap tiga pekan belajar mulai terbiasa dengan kebiasaan yang diajarkan gurunya. Selang beberapa tahun, sang pangeran menikah dengan seorang putri Kyai dari Panambahan Cirebon keturunan Pangeran Semarang yaitu salah satu putra dari Prabu Widjaya alias DJOKO TINGKIR yang dikenal Ki Bimotjili dan setelah menikahi putri ki Bimotjili saat itu sang pangeran lebih dikenal dengan sebutan KYAI BRONDONG.
Kemudian sekitar tahun 1595 Kyai Brondong bersama istri dan anak-anaknya pergi ke Surabaya dan menetap di seberang timur kali Pegirian yaitu suatu dukuh yang bernama BOTOPUTIH.
Kyai Brondong wafat pada tahun 1638 dalam usia lebih kurang 70 tahun dan meninggalkan 7 orang anak diantaranya ada 2 ( dua ) orang laki-laki yang bernama HONGGODJOYO dan HONGGOWONGSO
Setelah Pangeran Pekik wafat, Honggowongso ditetapkan menjadi Tumenggung di Surabaya sedangkan Honggodjoyo sebagai Tumenggung di Pasuruan.
Ki Onggowongso ( Honggowongso ) nama kecilnya adalah Gentini atau Widjokromo diangkat oleh sunan Amangkurat (Mataram) menjadi bupati di Surabaya bergelar Ki Tumenggung Djangrono I merangkap tugas sebagai panglima perang pasukan Mataram mempunyai 4 orang putri dan 6 orang laki-laki antara lain yaitu :
Nyai Lurah Wiroguno istri Patih Wiroguno Kartosuro
Nyai Lundo alias nyai Udju
Nyai Wongsotirto
Nyai Astro ( dari hasil pernikahan dg putri madura )
Nyai Dadu
Surodrono atau surodirono sebagai Panembahan Madura dengan gelar Adipati Djangrono II yang sekarang makamnya ada di Makam Sentanan laweyan Solo
Ario Djoyopuspito ( wongsonegoro ) menggantikan Djangrono II sebagai Bupati Surabaya bergelar Tumenggung Djangrono Panotogomo.
Kyai wirodirdjo
Panji Surengrono atau surenggono
Djoko Tangkepan atau SAWUNGGALING, makamnya di kompleks pesarehan Karangturi Wangkung Solo
Onggodjoyo atau Honggodjoyo nama kecilnya adalah Gentono, oleh Sunan Amangkurat diangkat menjadi bupati Pasuruan + 1678, bergelar Ki Tumenggung Honggodjoyo, 8 tahun kemudian dipindah ke Surabaya dimana kemudian beliau meninggal dunia dan di makamkan di pesarehan Botoputih 1690. Kyai Tumenggung Onggodjoyo mempunyai 14 orang putra dan putri yaitu :
Nyai Mas Rangga
Ki Onggodjoyo ( Yunior ) oleh Kompeni dibuang di Selong
Nyai Dalem
Nyai Onggodiwongso
Ki Onggodjoyo djagir makamnya di bungkul Surabaya
Kiyai Sutaprana makamnya juga di Bungkul
Nyai Sumajudo atau mbah Huning
Ki Dipomenggolo
Nyai Adjeng Notopradoto
10. Onggodiwongso atau Onggwikromo atau onggodimedjo
11. Nyai Adjeng Wirodipuro
12. Kyai Onggowidjoyo yang kemudian juga menjabat Bupati
Surabaya kesepuhan bergelar RADEN TUMENGGUNG
TJONDRONEGORO dan di kenal juga tumenggung Djimat
Tjondronegoro
13. Kyai Djojodirono gelar kyai Mas Tumenggung Djojodirono
14. Kyai Adjeng Kinjeng suaminya adalah orang cina dan menurun
Kan keluarga Tjoa Sie Lian di Kembang Jepun Surabaya
Juga kel. Tjoa Tjwan Ping pemilik pabrik gula Candi.
Putra ke 12 Ki Tumenggung Honggodjojo yang bergelar Raden Tumenggung tjondronegoro atau Kyai Tumenggung Tjondronegoro sebagai Bupati Surabaya ( kesepuhan ) th 1752-1763 kawin dengan seorang putri Panembahan Tjokroadiningrat dari Madura, dikenal dengan Tumenggung Djimat Tjondronegoro mempunyai
29 orang putra dan putri, antara lain
* Nyai Adjeng suronegoro di Semarang
* Nyai Adjeng Surengrono
* Nyai Adjeng Surodipuro
* Raden Pandji Djajengrono atau RP. Tumenggung Tjokronegoro
* Nyai Adjeng Surowidjojo
* Kyai wanengpati ( natapura ) Patih dalem Surabaya
* Ki Tumenggung Djimat Djojonegoro, Bupati Banger Probolinggo
* Nyai adjeng Ronggolawe ( Istri Ronggolawe ) Malang
* Nyai Adjeng Wirjokusumo
* Nyai Adjeng Wirosrojo
* Nyai Adjeng Maspati
* Nyai Adjeng wirjodipuro
* Ki Tjondronegoro, Patih Pekalongan
* Raden Ayu Lor atau Ratu Lor, Permaisuri Bangkalan
* Mas Ngabei Tjondrowidjojo
* Kyai tumenggung Onggowidjojo, Bupati Lamongan kemudian
Pindah jadi Bupati Pati dengan nama RT. Ario Tjondronegoro
Ayah RA. Kartini
* Raden Ayu Galuh ( Istri Panembahan Tjokrodiningrat II Madura )
* Nyai Adjeng Djangrono
* Kyai Pandji Onggowidjojo, Patih Jaba ( Luar ) Surabaya
* Nyai Adjeng Wangrengsari
* Mas Ngabei Sutondo
* Mas Ngabei Niloperbangso
* Nyai Adjeng Tambakhadji ( Ngampel )
* Ki Mangkudipura
* Ki Mangkukusuma
* Raden Ayu Uningan Kaliungu
* Nyai Adjeng Trodjojo
Mula-mula Tjondronegoro memakai gelar “ kiyai “ saja, tetapi setelah menjadi menantu Panembahan Tjokroadiningrat ( Madura ) berhak dan berwenang memakai gelar “ Raden Pandji “ sedangkan gelar “ djimat “ adalah pemberian penghargaan dari rakyat jelata karena jasa-jasanya terhadap rakyat, rakyatnya menganggap Tjondronegoro sebagai jimat atau pusaka yang dicintai.
Kiyai Pandji Onggowidjojo putra ke 20 Tumenggung Djimat Tjondronegoro sebagai Patih Jaba ( luar ) Kabupaten Surabaya, mempunyai 17 orang putra dan putri antara lain :
* R. Adipati Ario Tjondronegoro, Bupati Mojokerto th 1827 - 1850
* RA. Suronegoro istri Bupati Magetan
* RA. Purwo
* RA. Maospati
* RA. Ronokusumo
* RA. Resodirdjo
* R.ng. Tjokrokusumo
* R.ng. Tjitrokusumo
* RA. Mangku
* R.ng. Gapuro
* RA. Angklingkusumo
* R. Onggodipuro
* RA. Tirtodipuro
* R. Brotodipuro
* RA. Nitikusumo
* RA. Tirtowidjojo
* R.ng. Onggopuro
Raden Adipati Ario Tjondronegoro putra pertama Kyai Pandji Onggowidjojo sebagai bupati Mojokerto pada tahun 1827 – 1852, yang menurunkan antara lain R. Tumenggung Pandji Tjokronegoro yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi bupati Mojokerto dan makamnya di pemakaman keluarga Pakuncen Mojokerto dekat makam Ayahnya. Putra-putranya antara lain adalah :
* RP. Sulaiman atau RP. Tjondroadiningrat, Jombang
* RA. Mangkukusumo, istri Asisten Bangsak Mojokerto
* RP. Sosrokardono, Serikat Islam di Surabaya
* RP. Tjondroasmoro, Surabaya dll.
Sampai disini penulis kehilangan data, menurut tulisan Ayah penulis, RP. Soekanto Tjondronegoro ( Alm ) bahwa eyang beliau kang asma Eyang GONDOWIDJOJO adalah keturunan dari Raden Adipati Ario Tjondronegoro dari salah satu dari ke empat putranya yang telah disebut दिअतास
Keluarga besar Tjondronegoro
Yang pasti adalah sesuatu yang sudah terjadi, sebenarnyalah segala sesuatu yang diperoleh manusia didunia ini tidak ada yang kekal. Pertemuan akan berakhir perpisahan, yang mendapatkan atau mempunyai akan kehilangan. Karena sesunggunya, segala didunia ini bukanlah milik manusia. Manusia hanya berhak menikmati, namun sama sekali tidak berhak memiliki ! harta benda dan kedudukan itu hanyalah benda titipan, sewaktu-waktu kita akan dipaksa berpisah dari mereka, mau atau tidak, suka atau tidak. Harta benda dan kedudukan akan pergi meninggalkan kita, atau kita yang akan pergi meninggalkan mereka. Bahkan keluarga yang kita cintai, anak-anak, istri atau suami dan semua keluarga, sesungguhnya bukanlah milik kita! Manusia hanya mendapat titipan yang dilengkapi dengan kewajiban-kewajiban sebagai manusia beradap, dan tidak lebih daripada itu. Jika sudah tiba saatnya Yang Maha Kuasa yang menjadi pemilik sejati mengambilnya kembali dari tangan kita, tidak ada kekuasaan lain didunia ini yang akan dapat menahan atau mencegahnya. Harta benda dan kedudukan bisa musnah sewaktu-waktu. Anggota keluarga tersayang bisa mati se-waktu-waktu. Atau dengan lain cara, jika yang Maha kuasa menghendaki, kita sendiri bisa mati sewaktu-waktu meninggalkan dan berpisah dari semuanya itu! Ditinggalkan oleh atau meninggalkan sesuatu yang hanya “ dititipkan “ kepada kita. Karena itu, makin besar cinta kasih kita kepada semua itu, makin sengsaralah apabila kita harus dipaksa untuk berpisah dari kita. Seperti dua buah benda, makin kuat melekat, makin parah kalau dipaksa berpisah, makin parah luka yang terobek oleh perpisahan paksaan itu. Sesungguhnyalah bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan atas segala benda, yang terkecil maupun terendah sekalipun, bahkan tidak mempunyai kekuasaan atas dirinya sendiri, tidak kuasa mengatur denyut jantung, aliran darah, tumbuhnya kuku dan rambut ditubuh kita. Tidak kuasa atas nyawa sendiri. Karena hanya Yang Maha Kuasa sajalah yang berkuasa atas segala benda, yang tampak maupun tidak! Manusia tidak punya kuasa, hanya mempunyai hak menikmati anugrah dan kewajiban memelihara segala sesuatu yang dititipkan atau dianugrahkan kepadanya. Kalau tidak melaksanakan kewajiban, tidak benar pemeliharaanya, akan rusaklah kesemuanya itu dan akibatnya menimpa diri pribadi.
Segala sesuatu yang terjadi diatas bumi ini telah dikehendaki oleh Yang Maha Adil, dan betapapun peristiwa itu, adalah sudah tepat, wajar, dan adil! Bukanlah hal yang aneh kalau sesuatu peristiwa mendapat tanggapan yang berlawanan. Ada yang menganggapnya adil ada pula yang tidak, karena manusia amat dipengaruhi oleh nafsu ego masing-masing yang selalu mementingkan diri pribadi. Peristiwa yang menguntungkan dirinya pribadi akan dianggap adil, dan bila sebaliknya yang merugikan atau tidak menyenangkan dirinya pribadi dianggap tidak adil! Akan tetapi sesungguhnya, setiap peristiwa itu adalah wajar dan adil, sesuai dengan sifat Yang Maha Adil! Manusia yang tidak dapat melihat keadilan dalam setiap peristiwa, hanya disebabkan karena tidak mengertinya. Tentu saja orang tidak akan dapat melihat keadilan kalau dia tidak mengerti duduknya perkara, tidak tahu akan sebab akibat.
Begitu juga halnya dengan keluarga besar kita, apa yang kita banggakan adalah merupakan peristiwa yang sudah hilang, masa telah berganti, yang lalu hanya tinggal kenangan. Maka dari itu, kita sebagai putra-putri generasi yang punya nama harum, mencobalah untuk belajar membenahi diri sendiri, membongkar perilaku dan tata karma yang dianggap tidak pantas sebagai keturunan orang besar, dan harus diingat! Orang kecil atau besar semua adalah mahkluk Allah, kita harus tetap menjaga perilaku dan tatakrama kita sebagai cermin ajaran dari para leluhur kita pada sesama manusia.
Daftar keluarga ini ditulis berdasarkan dari serat yang di tulis oleh RP. Soekanto Tjondronegoro, dan sebagian data hilang, yang mana tertulis bahwa Kanjeng Eyang Gondowidjojo adalah cicit keturunan dari Raden Adipati Ario Tjondronegoro Bupati Mojokerto pada tahun 1827 – 1852. Beliau menjabat sebagai mantri Irigasi di daerah Porong. Wafat dimakamkan di Porong, kemudian dipindahkan ke makam keluarga di Pesarehan Pakuncen Mojokerto. Beliau berputra – putri 8 ( delapan ) orang antara lain :
Raden Ayu Bronto
RP. Prawoto Hadi Soeryo
RP. Djojokusumo alias Tjondronegoro Wedono Gading Probolinggo
Raden Ayu Soero
Raden Ayu Djojo
Raden Ayu Soemantri
RP. Soeroso, Mantan Mentri Sosial RI. Eyang Dr. Prabowo Reksonotoprodjo.
RP. Basoeki
Putra ke Tiga ( 3 ) dari RP. Gondowidjojo adalah RP. Djojokusumo alias RP. Tjondronegoro yang menjabat sebagai wedono gading probolinggo. Wafat dan dimakamkan di Pakuncen Mojokerto, meninggalkan 2 ( dua ) istri yaitu :
* RA. Soemarmi, beliau adalah Budhenya Bu Hermin Sai`in ( Alm )
* RA. Amilamkatun, wafat dimakamkan di pemakaman samaan
Malang.
Dan meninggalkan 16 orang putra dan putri, antara lain:
RA. Salamah ( Alm ), Mojokerto
RA. Soetarsih alias Budhe Dokter ( Alm ), Jakarta
RP. Soedjarwo Tjondronegoro, Mantan Duta Besar RI untuk Belanda ( Alm ), Jakarta
RA. Soemiati ( alm ), Surabaya
RA. Siti Oetari ( Budhe Wok ), Jakarta
RP. Soetohadji Tjondronegoro ( Alm ) alias Pak Guplong, Malang
RA. Wiwik ( wafat usia 9 Bln )
RP. Soekanto Tjondronegoro ( Alm ), mantan mantri Prikanan Balai Benih Ikan ( BBI ) Kepanjen Malang
RA. Sri Rahayoe ( Alm ), Situbondo
10. RP. Harsono Tjondronegoro( Pak Bob ), Krian sekarang di
Jakarta
11. RP. Partoko Tjondronegoro ( Alm ) alias Pak Wim, Semarang
12. RA. Sri Partoeti alias Bu Tut ( Alm ), Malang
13. RA. Sri Soerahatin alias Bu Tien, Malang
14. RP. Koesdianto Tjondronegoro alias Pak Dik ( alm ), Malang
15. RP. Hari Ami Harso Tjondronegoro atau Pak Hari, Solo
16. RP. Ami Hadi Tjondronegoro alias Lik Amik ( Alm ), Malang
1. RA. SALAMAH
Lahir tahun 1903, Suami :
R. Soewarno, mantan pegawai PJKA Mojokerto
R.ng. Abdul Kasian, Mantan pegawai PJKA Mojokerto
Putra putrinya adalah :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Sardjono (alm) | Bu Is
| Surabaya | Naniek |
2. | Sundari | Jhansen Soegianto | Surabaya |
|
3. | Oetari ( Yu Gut ) |
| Surabaya | Buyung Reporter TVRI |
4. | Oemiati ( Yu Wok ) | R. Soebagyo | Malang |
|
5.
| Soegeng | Mientje | Suriname |
|
6. | Enny | Gatot | Surabaya | 1. Tipluk 2. Balok 3. Bandil |
7. | Lilik |
| Mojokerto |
|
2. RA. SOETARSIH
Atau biasa dipanggil BuDhe Dokter, suami
1. R. Soekandar
2. Dr. R Soetardjo
Putra-putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Hetty Irawati | R. Badrun Kusuma | Jakarta | 1. Ir. Irawan Badrianto 2. Irama Badri anti 3. Otty 4. Nono Sapto |
2. | Dra. Enny Anggraeni | R. Karsono | Jakarta | 1. Rooswita |
3. | Drg. Tatiek Larasati
| Dr. Noroyono Sampurno | Jakarta | 1. Drs. Cakra 2. Chandra 3. Damayanti 4. Erna sawitri 5. Drg. Shinta Dewi
|
4. | Titik ( alm ) | - | - |
|
3. RP . SOEDJARWO TJONDRONEGORO
Mantan Duta Besar RI untuk kerajaan Belanda, pernah juga oleh Ir. Soekarno Presiden RI pertama ditugaskan ke Irian Barat ( UNTEA ) pada tahun 1964, wafat di Jakarta dan dimakamkan di Pakuncen Mojokerto. Istrinya bernama : RA. Laksmiaty. Putra-putrinya adalah
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | R. Ardianto ( Alm ) | - | Jakarta |
|
2 | Rr. Estia | - | Idem |
|
3. | R. Ady ( Alm ) | - | “ |
|
4. | Rr. Neria | - | “ |
|
5. | R. Bambang | - | “ |
|
4. RA. SOEMIATY
Wafat pada tahun 1962 di pemakaman umum Ngagel Surabaya.
Suaminya :
1. R. Koesman Hadi
2. R. Hadi Soedito
Putra-putrinya
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Rr. Koestiaty ( Reny )
| R. Wiratsongko | Jl. Cendrawa Sih G I/3 Jkt | 1. Ari Wibowo 2. Adji Wiyoso |
2. | Rr. Koesriaty (Rety) | Ali Sadono | Cinere- Jkt Sel | 1. Nining Widya ningsih 2. Widya Wardana 3. Dra. Widya Lupi |
3. | Rr. Soedarti (Tjeplik) | Gatot Suroso | Jakarta | 1. Iwan 2. Tomy 3. Indra 4. Pri |
4. | R. Didit Sujadi | Hermin Utami | Jl. Abuserin I / 15 Gandaria Jakarta Sel | 1.Nesya Midianti 2.Lusti Andita 3.Nandira Sastri 4.Luki Dimastara 5.Tissy Saliandra 6.Wisnu Arhadi 7.Senda Marita |
5. | Rr. Henny ( Alm ) | Soerono | Surabaya | 1. Ita 2. Nina 3. Leni |
6.
| Rr. Popy | Ramon | Surabaya |
|
7.
| Yossy | Mbak Is | Surabaya |
|
5. RA. SITI OETARI
RA. Siti Oetari atau Budhe Wok, lahir pada tanggal 12 Pebuari th…, sekarang dalam usia 86 th dan bertempat tinggal dengan putrinya di Jl. Venus III / no. 3 Cinere Jakarta Selatan. Suaminya :
1. R. Abd. Akhian ( Alm )
2. R. Soepangkat ( Alm ), Makamnya di TMP Ngagel Surabaya
Putrinya adalah:
No | Nama | Suami | Alamat | Putranya |
1.
| Rr. Emy Arti Oetami | Terry Jhansen | Idem | Siti Ariani, S.sos. ( Ninin ) |
6. RP. Soetohadji Tjondronegoro
Nama kecilnya Guplong atau Pakdhe Plong, Istrinya Insyani atau Budhe In. Dulu Tinggal di Madiun dan Sekarang tinggal di Jl. Bungur 49 Lowokwaru Malang. Putra-putrinya adalah :
no | Nama | Suami / Istri | Alamat | anak |
1. | Fitri Manggaraeni | Iwan Budiadi | Surabaya | 1. Ika Puspita Sari 2. Wiwin |
2. | Adji Pramandito | Sutjik | Malang | 1. Dodi Chandra Praditama 2. Fajar Hari Saptianto |
3. | Ratna Kawiastuti |
| Jakarta | 1. Brian Pradipta 2. |
4. | Agung Candra Sabayu ( Alm ) |
|
|
|
5. | Gatut Tri Sakti Aji |
| Solo | 1. 2. |
6.
| Kresna Dewanta |
| Bali |
|
7. | Mitha Damayanti |
| Malang | 1. Riski Bagus Putra Pratama 2. Dias |
Fitri Manggaraeni, Suaminya ( Mantan ) Iwan Budiadi, Putra-Putrinya
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Ika Puspita Sari |
| Surabaya | 1. 2. |
2.
| Wiwien |
|
|
|
6. RP. SOEKANTO TJONDRONEGORO
Biasa dipanggil Pak To, Istrinya Niniek Soeprianti. Putra-putrinya :
no | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Yustina Prita Suk ma Andini,SPsi 085259496983 | Yusadi Roostouga, SH 085855825855 | Malang | 1. Radytio Ariawan Indrawaskita, S.kom. 2. Rysca Yuventia Sari, S.sos. 3. Resty Adinda Putri Hutami 4. Ruben Dhamma Brahmansyah |
2. | Oktianto Setiawan, S.sos. 08159515485 | Dra. Erna Marianawati | Jakarta |
|
3. | Drs. Agung Vivirianto 0341- 7741847 | Katrin, S.pd. | Malang | Alfathia Avinka Asterina |
4. | Dra. Dwi Raya Prihastuti 0335- | Ir. Didik Oktarianto | Probolinggo | 1. Aldien Yoga Pratama 2. Alvito Yoga Pamungkas |
7. RA. SRI RAHAYU
Wafat dan dimakamkan di Situbondo, Suaminya R. Moh. Koesno
Putra-putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Didik Insyafrihadi | Mbak Tuk | Situbondo | 1. Iin 2. Iwan 3. Dina |
2. | Ir. Bambang Insy 081336734093 | Retno | Jember |
|
3. | Tutuk Insf, BcKN | Diah | Malang | 1. 2. 3. |
4. | Endang Insyafriastuti |
| Malang |
|
5. | Ir. Gatot Insyafriatno 0816527904 | Neneng | Malang | 1. 2. 3.
|
7.1. Didik Insyafrihadi, staf PemDa Situbondo. Istrinya : Mbak Tuk
Tinggal di Jl. Ijen I / no.5 Situbondo, Putra-Putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8. RP. HARSONO TJONDRONEGORO
Biasa dipanggil Pak Bob Krian, karena dulu tinggal di Krian. Sekarang ada bersama putrinya di Bogor. Istrinya Sri Nurul Khomarih ( alm ). Putra-putrinya :
no | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Endang Budiarti 081511322032 | Budhi Purwanto | Jakarta | Dian Eka Novianti |
2. | Hari Nurcahyo, SE 081586183399 | Yendriani | Jl. Cibubur II Blok Duku no 54 jaktim | 1. Aris wibowo 2. Riezky ramadhan |
3. | Hari Prianto 08161629408 |
| Jakarta |
|
4. | Hari Nugroho |
|
|
|
5. | Hari Priambodo | Deni Rianti | Bogor |
|
6. | Hari Setiawan(Iwan) | Ninuk Zuhriah | Jakarta | 1. Fidaroini Fauzia Putri 2. Moh. Arinal Haq |
7. | Sri Hardina ( Dina ) 081513351964 | Krisna Yudhasakti | Ciriung Cemerlang Blok K / 20 Cibinong Bogor | 1. Moh.Risky Febriansyah 2. Moh. Risky Raihan Fadhilah |
8. | Hari Yuniarso |
| Surabaya
|
|
9. RP. Partoko Tjondronegoro.
Biasa dipanggil Pak Wim ( alm ), Istrinya dipanggil Bu Sus. Tinggal di Perum Srondol Asri Semarang. Putra-putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Dra. Pratiwi Handayani ( Tiwik ) 0811288949 |
| Srondol Asri J / 5 Semarang |
|
2. | Prasetyo Handiyanto ( Handi ) | Dewi Artati | Srondol Bumi Indah M/ 8 Semarang |
|
10. RA. SRI PARTOETI
Biasa dipanggil Bu Tut ( Alm ) bertempat tinggal di Jl. Bungur 59 lowokwaru Malang. Suaminya R. Djoko Soeyono ( Alm )
Putra-putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Agus Suprianto ( Totok ) | Retno | Jl. Bungur 59 Malang |
|
2. | Wiwiek Sugiarto | Farida | Samarinda | 1. Bagus Fajar Arifianto 2. Fandy Wijonarko 3. Erwin wiratmoko |
3. | Poernomo Rudianto | Sutjik | Jl. Sono Kembang 5 Malang | 1. Deni Subagiono
|
4. | Drs. Agus Puji Hartono | Yayuk | Sukabumi | 1. 2. |
5. | Kunti Prastianing nanik | Drs. Agus | Jl. Ikan Dorang 14 Gresik |
|
6. | Teguh Satriono | Istiyah | Malang | 1.Alfiah Satria Pratama 2.Berliana Aulia. S. |
7. | Dwi Parini | Agus Widodo | Jl. kedawung X / no. Malang |
|
8. | Putut Trihasto | Sari Kartini | Malang | 1.Raihan Risq Saputra 2.Raina Risq Saputri |
11. RA. SOERAHATIN
Biasa dipanggil Bu Tien, dulu bertempat tinggal di Jl. Dr. Sutomo 29 Malang kemudian pindah ke Jl. Panglima Sudirman E-18 Malang dan terakhir di Jl. Danau Ngebel Sawojajar. Suaminya, R. Giri Basoeki mantan Komandan Imendam Induk Kodam V Brawijaya. Putra-putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Hery Soebastiono, SH | Trisni Chatarina | Malang | 1. Herinanto sebastian 2. Herina Dwi Yulianti 3. Hernanto Andi Basuki |
2. | Eriani Rosmawati ( Alm ) |
|
|
|
3. | Eriety Artari | Heri Santoso | Jl. Ikan Arwana J/9 Mlg | 1. Angga Herdisantoso,SE 2. Adityo Nugroho { Tiok } |
4. | Ernani Indrawati | Hermit | Malang |
|
5. | Achadi Basukarno, SE | Fitri Erlina,SE.AK | Jl. Karya timur Malang | Sheva Anisa Salsabila |
6. | Ariadi Basuseno | Tri Evi Suryandani | Desa Tapan Rejo Rt o2 / V Muncar- Banyu Wangi |
|
1.3. Eriety Artari
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Anga Herdi Santoso, SE | Seni Christianingrum , SE | Malang |
|
2. | Adityo Nugroho |
|
|
|
11.4. Ernani Indrawati
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Guruh Hendra |
|
|
|
2. | Rika |
|
|
|
3. | Revi | Indra | Malang | Finka |
4 | Reni |
|
|
|
12. RP. HARI AMI HARSO TJONDRONEGORO
Biasa dipanggil Pak Hari Mantan DISBUN Kartasura, Alamat
Jl. Semeru Barat 18 Purbowardayan RinginSemar Solo, Istrinya
RA. Sri Mulyaningsih. Putra-putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Ari Fajar Trahutomo, SH | Tatik Kuswantini |
|
|
2. | Mercy Rianawati | Rudanson Manurung | Komplek sandang blok I / 8 klender jaktim | Yudith Rotua Putri |
3. | Jeri Anjar Kusuma, SE | Elisabeth Andriana, SE
( AAN ) |
| 1. Emerio Rayhan Kusuma 2. Clea Luna Kusuma |
4. | Fenty Laksmiwati, SE | Kanugawinarga, ST. |
|
|
13. RP. AMIHADI TJONDRONEGORO
Biasa dipanggil Lik Amik ( alm ) , Istrinya Dra. Sri Indayati.
Putra-putrinya :
No | Nama | Suami / Istri | Alamat | Anak |
1. | Tantri Ceria Sari | Made Hendra | Malang | Farel
|
2.
| Panji Rendika Putra |
|
|
|
3. | Panji Ardita Putra
|
|
|
|
1 komentar:
Ditambahkan : RP.Kresna Dewanta Tjn
dgn Istri Wahyu Kurniawati, anak RR.Sukma Dewi Kirana Tjn.
Posting Komentar